Selasa, 12 Januari 2016

Menggapai Ikhlas


Hari Selasa, 29 Desember 2015 kami kembali mengikuti perkuliahan Filsafat Ilmu bersama Prof. Marsigit. Kuliah ini adalah perkuliahan pengganti karena kami biasanya mengikuti kuliah pada hari Rabu. Pada kesempatan ini kami diberi kesempatan sebanyak-banyaknya untuk mengajukan pertanyaan tentang segala hal yang ingin kami ketahui. Bagaimana tidak? Kami punya banyak waktu karena perkuliahan dimulai pukul 7.30 WIB dan berakhir pukul 11.00. Untuk itulah masing-masing dari kami mengajukan 5 pertanyaan. Dari keseluruhannya, ada beberapa pertanyaan yang menarik untuk diikuti, salah satunya yaitu pertanyaan tentang cara untuk menggapai ikhlas. Saya rasa pertanyaan ini muncul karena elegi ritual ikhlas yang ada di blog Prof. Marsigit. Bagi saya, tulisan tersebut menarik untuk diikuti oleh kita yang benar-benar ingin menggapai ikhlas.
            Ikhlas sejatinya tidaklah dapat kita ungkapkan dengan kata-kata. Sebenar-benar ikhlas datangnya dari hati.ketika kita mengatakan bahwa saya telah ikhlas, sebenarnya hal itu belum tentu dapat menunjkkan keikhlasannya. Ikhlas menurut merupakan suatu transformasi untuk merasa tidak memiliki apapun di hadapan Alloh SWT. Manusia tidak boleh menggunakan “ku” atau mengaku-aku ketika berhadapan dengan Tuhannya, karena penggunaan kata tersebut akan membuat kita terjerumus pada kesesatan. Sebenar-benar keikhlasan dalam berdoa adalah ketika kita berada dalam ketidaksadaran. Untuk itu, sebenar-benar menggapai ikhlas adalah ketika kita meyerahkan  segalanya pada Alloh SWT dengan sepenuh hati dan menganggap tidak ada daya dan upaya tanpa keberadaanNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar