Selasa, 15 September 2015

SELANGKAH LEBIH DEKAT DENGAN FILSAFAT ILMU: Refleksi Perkuliahan Pertama Filsafat Ilmu Bersama Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Filsafat pendidikan, terutama filsafat pendidikan matematika bukanlah hal baru bagi saya. Alhamdulillah saat S1 dulu saya juga pernah mendapatkan materi tersebut dengan pengajarnya yaitu Prof. Dr. Marsigit, M.A. Bukan hal yang mudah untuk mempelajari filsafat, perlu pemikiran ekstra untuk dapat memahami hasil pemikiran dari para filsuf ini. Karena ketidakmudahan tersebut filsafat dapat menjadi sarana bagi orang yang mau mempelajarinya untuk selalu berikhtiar mencapai kebijaksanaan. Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat. Untuk itu kajian ataupun pembahasan dalam kuliah filsafat ilmu tidaklah dapat terlepas dari pembicaraan tentang filsafat. 

Cakupan dari filsafat tentunya sangat luas, meliputi jawaban dari pertanyaan dimana, kapan, apa, mengapa, bagaimana, oleh siapa atau menurut siapa. Jika berbicara tentang “menurut siapa” atau “oleh siapa”, tentulah bahasan dari filsafat ini adalah menurut hasil pemikiran para filsuf. Sedangkan hasil pemikiran para filsuf bermacam-macam dan selalu berkembang setiap zaman. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa cakupan filsafat ini sangat luas. Hal tersebut juga merupakan masalah tersendiri dalam belajar berfilsafat. Karena keluasan cakupannya tersebut, sering kita kebingungan untuk mencari referensi ketika belajar berfilsafat. Prof. Marsigit menjelaskan bahwa tidak perlu bingung, karena segala hal dapat menjadi referensi filsafat, sehingga filsafat tidak perlu laboratorium filsafat karena apapun dapat menjadi laboratorium filsafat. Filsafat sendiri identik dengan membaca. Tiada membaca, tiada pula berfilsafat. Untuk itu, tidak mungkin dapat belajar filsafat tanpa membaca. Prof. Marsigit telah mempersiapkan banyak bahan bacaan untuk belajar berfilsafat yaitu tulisan-tulisan beliau di http.powermathematics.blogspot.com. 

Berikut ini akan saya uraikan beberapa hal tentang belajar filsafat menurut Prof. Marsigit: 
1. Tingkatan belajar filsafat meliputi hard, row, soft, dan spiritual. Spiritual merupakan tingkatan tertinggi. Selembut-lembutnya manusia tidak dapat mengalahkan kelembutan Tuhan. Ciptaan Tuhan sangat luar biasa. Dalam sepersekian detik saja banyak hal yang dapat terjadi. Fenomena alam berganti secara berkala bahkan dalam setiap sepersatu milyar detik tanpa kita sadari. Bagi orang yang masih peka terhadap linkungan, mereka dapat mengetahui waktu tanpa harus melihat jam. Hanya dengan mengamati alam mereka dapat memahami waktu. Sayangnya manusia sekarang penuh dengan manipulasi dan tidak banyak keluar, sehingga tidak peka terhadap fenomena alam. 
2. Objek filsafat meliputi ‘yang ada’ dan ‘yang mungkin ada’, seluruhnya. Termasuk yang dipikirkan. Adab berfilsafat meliputi dua hal yaitu landasilah dan payungilah melalui koridor spiritual. Semakin kita membaca tentang filsafat, perbanyaklah berdoa. Jika ada keraguan kembalikan pada spiritual. Ingatlah bahwa filsafat semata-mata hanya olah pikir manusia, jangan sampai manusia tidak memiliki landasan. Ibarat menerbangkan layang-layang, tanpa landasan yang kuat, layang-layang dapat terbang kemana-mana dan hilang. Jangan gunakan kehebatan pikiran atau logika untuk menganulir atau melemahkan keyakinan. Gunakan kehebatan pikiran untuk menyubur-nyuburkan keyakinan dan mengisi keyakinan. 
3. Alat berfilsafat yaitu bahasa analog. Bagi orang awam, bahasa analog ini berarti bahasa kiasan. Sebagai contoh, ketika bicara Tuhan, sebetulnya menyinggung masalah hati atau keyakinan. Chemistry bicara Tuhan yaitu hati dan keyakinan. Jika bicara tentang kehidupan, chemistry-nya yaitu urusan dunia. 
4. Metodologi filsafat yaitu metode hidup (hidup menghidup-hidupkan, seperti tak ada menjadi ada, rendah menjadi tinggi, sedikit menjadi banyak). Dalam hidup terdapat aktivitas, dinamika, interaksi, dan sebagainya. Seperti itulah yang diharapkan dapat terjadi dalam pembelajaran filsafat. Menerjamahkan dan diterjemahkan juga merupakan salah satu metode hidup. Ibarat pohon, pohon selalu mendapat sinar matahari untuk dapat tumbuh. Ketika pohon tidak mendapatkan sinar matahari, pohon tersebut akan bergerak-gerak untuk mendapatkan sinar. Seharusnya manusia juga dapat berlaku seperti itu. Selalu berikhtiar untuk belajar. Sehingga tercipta pembelajaran yang berkelanjutan. 

Seperti yang saya katakan di awal tulisan ini, belajar filsafat bukanlah hal yang mudah. Jika kita tidak banyak membaca dan berusaha untuk paham, maka belajar filsafat menjadi sangat sulit. Untuk itu kita harus selalu berikhtiar agar dapat memahami filsafat dengan baik. 

Sumber: kuliah Prof. Dr. Marsigit, M.A. tanggal 9 September 2015