Senin, 19 Oktober 2015

Refleksi Ketiga Kuliah Filsafat Ilmu

PERTANYAAN-PERTANYAAN FILSAFAT

Berikut ini merupakan refleksi ketiga kuliah filsafat yang diselenggarakan pada hari Rabu tanggal 7 Oktober 2015. Saat itu, setelah memberikan tes jawab singkat Prof. Marsigit memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk mengajukan minimal satu pertanyaan. Berikut ini beberapa pertanyaan dari mahasiswa. 

Pertanyaan pertama adalah pertanyaan dari Saudari Evie yaitu  
"Bagaimana sikap pendidikan yang mengajarkan perbedaan?"
Pembahasan:
Dalam berfilsafat terdapat hierarki, yang terdiri dari material, formal, normatif, yang dilingkupi oleh spiritualisme, seperti yang digambarkan pada gambar berikut.













Dari atas ke bawah berarti dari tunggal ke plural, sementara dari bawah ke atas berarti dari plural ke tunggal.
Tunggal disini berarti Tuhan Yang Maha Esa. Dunia terangkum dalam kekuasaanNya. Untuk setiap pertanyaan sebenarnya dapat dijawab dengan "itu kuasa Tuhan", hanya saja jawaban tersebut belum mampu menjelaskan jawaban sebenarnya dari pertanyaan. Hidup di dunia bersifat plural, jangankan orang lain, diri manusia sendiri saja bersifat plural, akan tetapi dari sekian banyak yang plural ada yang berkomitmen untuk menjadi tunggal. Contohnya yaitu Bangsa Indonesia. Bangsa Indoensia terdiri dari banyak suku bangsa. Kendati demikian, suku-suku tersebut melebur menjadi satu yaitu bangsa Indonesia. Oleh karena itu dikenal istilah Bhineka tunggal ika yang artinya walau beraneka ragam tetapi tetap satu jua. 
Secara filsafat, tidak mungkin mengharap orang lain untuk persis seperti kita. Sebagai guru kita tidak dapat mengharap siswa untuk berpikir seperti kita dan membatasi kreativitasnya. Mereka punya cara pikir mereka sendiri-sendiri. Hal yang dapat kita lakukan untuk menghadapinya yaitu dengan cara mensyukuri berbagai macam perbedaan tersebut. Sebisa mungkin guru berusaha untuk memfasilitasi siswa-siswa yang beraneka ragam tersebut dengan alat-alat yang juga beraneka ragam sesuai dengan kebutuhan mereka. 

Pertanyaan kedua adalah pertanyaan dari saya sendiri (Erni) yaitu  
"Adakah kebenaran absolut dalam filsafat?"
Pembahasan:

Filsafat merupakan ilmu untuk mencari kebenaran. Kebenaran absolut berarti kebenaran yang tidak dapat diganggu gugat. Kebenaran ini diturunkan oleh firman Tuhan. Ada kebenaran absolut yang dibuat oleh manusia, hanya saja kebenaran tersebut tidak dapat mengalahkan kebenaran yang berasal dari Tuhan. Kebenaran absolut yg dibuat manusia hanya bersifat konsisten saja, yaitu sesuai dengan kesepakatan. Jika tidak sesuai kesepakatan berarti salah. Kebenaran yang seperti itu tentunya hanya ada di pikiran manusia saja, tidak ada di kehidupan nyata. 

Terkadang saya berpikir, bagaimana dengan manusia-manusia yang tidak mengenal Tuhan? Apakah kebenaran absolut bagi mereka? Bagaimana jalan bagi mereka kembali jika mereka tersesat? Bagi saya sendiri, Tuhan adalah sumber dari segala kebenaran. Jika saya merasa hilang arah, Tuhanlah tempat saya untuk kembali. Untuk orang-orang yang tidak mengenal Tuhan, Prof. Marsigit menjawabnya pada pertanyaan selanjutnya dari Saudari Tyas, yaitu bahwa manusia yang tidak mengenal Tuhan kehiduapannya bersifat linear. Tujuannya jauh ke tak terhingga, sehingga tidak jelaslah arah tujuannya.


 Pertanyaan ketiga yaitu pertanyaan dari Saudari Diana.  
"Bagaimana hubungan filsafat dengan filsafat islam?" 
Pembahasan:
Pertemuan dunia Barat dengan dunia Islam berbagai cara salah satunya yaitu dengan peperangan. Ketika terjadi perang masyarakat banyak yang mengungsi dan banyak juga yang menanamkan sifat dan budayanya, meletakkan landasan peradaban dalam waktu yang lama dengan cara berinteraksi dengan warga lokal. Yunani Kuno merupakan negara dengan kekayaan ilmu pengetahuan yang luar biasa pada zamannya. Banyak filsuf dan ahli-ahli yang melahirkan banyak dokumen dan karya-karya tentang pemikiran-pemikiran mereka seperti Aristoteles dan Plato. Karena adanya serangan dari negara Islam, yaitu melalui Turki, sebagian karya-karya tersebut di bawa ke dunia Islam. Di satu sisi, dunia Barat mengalami fase dunia gelap yaitu pada abad pertengahan dimana kedupan didominasi oleh pengaruh gereja. Semua hal ditetapkan oleh gereja.  Seseorang tidak dapat mengklaim kebenaran dan dokumen-dokumen Yunani Kuno dibakar habis. Ketika terjadi perang lagi dan akhirnya dunia Barat dapat menguasai dunia Timur, ditemukanlah dokumen-dokumen Yunani Kuno yang di negara barat sendiri telah habis dibakar. Dalam hal ini dunia islam menyelamatkan dokumen-dokumen Yunani Kuno tersebut, sehingga karya-karya tersebut dapat dipergunakan dalam berbagai ilmu dewasa ini. Inilah pentingnya bergaul atau berinteraksi, bagaimanapun caranya, baik dengan jalan damai maupun jalan perang. Adapun filsafat barat dan timur sendiri memiliki perbedaan. Seperti halnya adat ketimuran, filsafat timur punya perasaan tahu diri dan sopan santun terhadap ruang dan waktu. Mereka melandaskan ilmu pengetahuan dengan spiritual.


Pertanyaan keempat yaitu pertanyaan dari Saudari Tyas.  

"Dalam hidup, kita harus berikhtiar, apakah kita tidak boleh mengeluh atau punya rasa iri?"
Pembahasan:

Hidup merupakan interaksi dari bermilyar-milyar sumbu yang berpasang-pasangan, misalkan saja baik dengan buruk, sehat dengan sakit, laki-laki dengan perempuan, berdoa dengan berikhtiar, dan lain sebagainya. Manusia dapat dikatakan sukses dalam hidupnya jika dia dapat menginteraksikan baik dan buruk dalam bentuk bagaimana kita memperoleh kebaikan dan mengurangi keburukan. Manusia tidak akan tahu hal yang baik jika tidak pernah berhadapan dengan hal yang buruk. Buruk tidak dihindari tetapi dapat dikelola. Manusia harus dapat menyeimbangkan setiap pasangan-pasangan hal dalam hidupnya agar kehidupannya selaras. 
Dalam hidup kita diwajibkan untuk berdoa sekaligus berusaha. Hanya berdoa saja tanpa ada usaha tentunya kurang baik. JIka hanya berikhtiar saja tanpa berdoa, maka manusia akan kehilangan arah. Berdoa merupakan fenomena siklik. Artinya ujungnya melingkar sehingga manusia tahu darimana asalnya dan mau kemana tujuannya. Tidak berdoa merupakan fenomena linear. Manusia akan kehilangan identitas dan jati  dirinya, berperilaku aneh, melawan hukum alam, tidak percaya tuhan, dan tidak tahu arah tujuannya. Untuk itu, setiap hal dalam hidup kita harus kita selaraskan dan kita seimbangkan. 


REFLEKSI KEDUA KULIAH FILSAFAT ILMU

WADAH DAN ISI
 
Hari Rabu, tanggal 16 September 2015 merupakan pertemuan kedua untuk kuliah Filsafat ilmu. Dalam kesempatan itu Prof. Marsigit membahas mengenai wadah dan isi dalam filsafat. Kuliah diawali dengan cerita pengalaman-pengalaman beliau dalam berkendara. Dalam berkendara, bisa dikatakan bahwa alat transportasi yang kita gunakan merupakan wadahnya, sementara konten psikologis dari pengendara tersebut merupakan isinya. Dengan kendaraan yang berbeda, maka akan berbeda pula konten psikologis yang dirasakan oleh pengendara. Misal, ketika kita mengendarai motor bebek, konten psikologi yang kita rasakan akan berbeda dengan ketika kita mengendarai motor gedhe. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa wadah mempengaruhi isi. Sebaliknya isi juga mempengaruhi wadah.

Dalam berkendara di jalanan, kita akan lebih nyaman jika kita dapat menyelaraskan diri dengan kondisi jalan raya. Jika teman-teman di jalan berkendara dengan kecepatan tinggi, alangkah baiknya jika kita juga dapat menyesuaikan, dengan catatan bahwa kendaraan kita dapat dipergunakan untuk melaju cepat dan kita memiliki kemampuan untuk melaju dengan kecepatan tinggi. Dari pengandaian ini, dapat saya simpulkan bahwa kehidupan kita akan menjadi menyenangkan jika kita dapat menyelaraskan pola hidup kita dengan lingkungan sekitar. Rasanya tidak menyenangkan jika teman-teman kita memiliki kemauan keras untuk belajar sedangkan kita hanya bermalas-malasan. Kita sebagai isi, harus menyesuaikan dengan wadah. Semua hal yang ada di dunia ini merupakan interaksi wadah dengan isi. Isi perlu wadah, wadah perlu isi, wadah perlu wadah, dan isi perlu isi.

Selain menjelaskan tentang wadah dan isi, Prof. Marsigit menjelaskan tentang hakikat manusia di dunia ini. Manusia yang sebenarnya, merupakan hal yang sulit dijelaskan. Betapapun kerasnya kita menjelaskan dan menyebutkan apa itu manusia, maka yang dapat kita sebutkan hanyalah sebagian kecil dari sifat-sifatnya saja. Untuk itu, sebenar-benar hidup adalah berusaha untuk mengerti walau kita sadar bahwa kita tidak akan memahami manusia secara sempurna. Yang sempurna di dunia ini hanyalah Tuhan Yang Maha Esa, Alloh SWT. Tetapi kita harus tahu bahwa karena ketidaksempurnaan tersebut manusia hidup. Hidup manusia adalah ketidaksempurnaan dalam kesempurnaan Tuhan.

Dalam hidup ini berlaku hukum sebab-akibat. Prof. Marsigit mencontohkan dengan proses pecahnya suatu kaca. Suatu kaca dilempar batu, lalu pecah. Mengapa hal tersebut dapat terjadi? Pastilah ada sebabnya. Sebagian dari kita akan menjawab bahwa kaca tersebut pecah karena dilempar batu. Dalam berpikir filsafat, kita harus dapat menjelaskan bahwa kaca tersebut pecah belum tentu karena dilempar batu. Ada banyak sebab yang dapat menjadikan kaca tersebut pecah. Bisa jadi, kaca pecah karena setelah dilempar batu, terjadi gempa, yang menyebabkan kaca tersebut pecah. Dari hal tersebut dapat saya simpulkan bahwa, ada banyak sebab untuk suatu akibat. Sehingga dengan belajar filsafat ini, kita harus dapat berpikir open ended. Tidak hanya saklek pada satu sebab saja, melainkan dapat juga menganalisis sebab lain yang menyebabkan suatu akibat, sehingga jika ada masalah, kita dapat menyelesaikannya dengan banyak cara.

Sekian, cuplikan kuliah Filsafat Ilmu pada pertemuan kedua ini. Sampai bertemu lain waktu.
 
 

Selasa, 15 September 2015

SELANGKAH LEBIH DEKAT DENGAN FILSAFAT ILMU: Refleksi Perkuliahan Pertama Filsafat Ilmu Bersama Prof. Dr. Marsigit, M.A.

Filsafat pendidikan, terutama filsafat pendidikan matematika bukanlah hal baru bagi saya. Alhamdulillah saat S1 dulu saya juga pernah mendapatkan materi tersebut dengan pengajarnya yaitu Prof. Dr. Marsigit, M.A. Bukan hal yang mudah untuk mempelajari filsafat, perlu pemikiran ekstra untuk dapat memahami hasil pemikiran dari para filsuf ini. Karena ketidakmudahan tersebut filsafat dapat menjadi sarana bagi orang yang mau mempelajarinya untuk selalu berikhtiar mencapai kebijaksanaan. Filsafat ilmu merupakan bagian dari filsafat. Untuk itu kajian ataupun pembahasan dalam kuliah filsafat ilmu tidaklah dapat terlepas dari pembicaraan tentang filsafat. 

Cakupan dari filsafat tentunya sangat luas, meliputi jawaban dari pertanyaan dimana, kapan, apa, mengapa, bagaimana, oleh siapa atau menurut siapa. Jika berbicara tentang “menurut siapa” atau “oleh siapa”, tentulah bahasan dari filsafat ini adalah menurut hasil pemikiran para filsuf. Sedangkan hasil pemikiran para filsuf bermacam-macam dan selalu berkembang setiap zaman. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa cakupan filsafat ini sangat luas. Hal tersebut juga merupakan masalah tersendiri dalam belajar berfilsafat. Karena keluasan cakupannya tersebut, sering kita kebingungan untuk mencari referensi ketika belajar berfilsafat. Prof. Marsigit menjelaskan bahwa tidak perlu bingung, karena segala hal dapat menjadi referensi filsafat, sehingga filsafat tidak perlu laboratorium filsafat karena apapun dapat menjadi laboratorium filsafat. Filsafat sendiri identik dengan membaca. Tiada membaca, tiada pula berfilsafat. Untuk itu, tidak mungkin dapat belajar filsafat tanpa membaca. Prof. Marsigit telah mempersiapkan banyak bahan bacaan untuk belajar berfilsafat yaitu tulisan-tulisan beliau di http.powermathematics.blogspot.com. 

Berikut ini akan saya uraikan beberapa hal tentang belajar filsafat menurut Prof. Marsigit: 
1. Tingkatan belajar filsafat meliputi hard, row, soft, dan spiritual. Spiritual merupakan tingkatan tertinggi. Selembut-lembutnya manusia tidak dapat mengalahkan kelembutan Tuhan. Ciptaan Tuhan sangat luar biasa. Dalam sepersekian detik saja banyak hal yang dapat terjadi. Fenomena alam berganti secara berkala bahkan dalam setiap sepersatu milyar detik tanpa kita sadari. Bagi orang yang masih peka terhadap linkungan, mereka dapat mengetahui waktu tanpa harus melihat jam. Hanya dengan mengamati alam mereka dapat memahami waktu. Sayangnya manusia sekarang penuh dengan manipulasi dan tidak banyak keluar, sehingga tidak peka terhadap fenomena alam. 
2. Objek filsafat meliputi ‘yang ada’ dan ‘yang mungkin ada’, seluruhnya. Termasuk yang dipikirkan. Adab berfilsafat meliputi dua hal yaitu landasilah dan payungilah melalui koridor spiritual. Semakin kita membaca tentang filsafat, perbanyaklah berdoa. Jika ada keraguan kembalikan pada spiritual. Ingatlah bahwa filsafat semata-mata hanya olah pikir manusia, jangan sampai manusia tidak memiliki landasan. Ibarat menerbangkan layang-layang, tanpa landasan yang kuat, layang-layang dapat terbang kemana-mana dan hilang. Jangan gunakan kehebatan pikiran atau logika untuk menganulir atau melemahkan keyakinan. Gunakan kehebatan pikiran untuk menyubur-nyuburkan keyakinan dan mengisi keyakinan. 
3. Alat berfilsafat yaitu bahasa analog. Bagi orang awam, bahasa analog ini berarti bahasa kiasan. Sebagai contoh, ketika bicara Tuhan, sebetulnya menyinggung masalah hati atau keyakinan. Chemistry bicara Tuhan yaitu hati dan keyakinan. Jika bicara tentang kehidupan, chemistry-nya yaitu urusan dunia. 
4. Metodologi filsafat yaitu metode hidup (hidup menghidup-hidupkan, seperti tak ada menjadi ada, rendah menjadi tinggi, sedikit menjadi banyak). Dalam hidup terdapat aktivitas, dinamika, interaksi, dan sebagainya. Seperti itulah yang diharapkan dapat terjadi dalam pembelajaran filsafat. Menerjamahkan dan diterjemahkan juga merupakan salah satu metode hidup. Ibarat pohon, pohon selalu mendapat sinar matahari untuk dapat tumbuh. Ketika pohon tidak mendapatkan sinar matahari, pohon tersebut akan bergerak-gerak untuk mendapatkan sinar. Seharusnya manusia juga dapat berlaku seperti itu. Selalu berikhtiar untuk belajar. Sehingga tercipta pembelajaran yang berkelanjutan. 

Seperti yang saya katakan di awal tulisan ini, belajar filsafat bukanlah hal yang mudah. Jika kita tidak banyak membaca dan berusaha untuk paham, maka belajar filsafat menjadi sangat sulit. Untuk itu kita harus selalu berikhtiar agar dapat memahami filsafat dengan baik. 

Sumber: kuliah Prof. Dr. Marsigit, M.A. tanggal 9 September 2015